Where to Find Orange Gel in Tales of Vesperia
Jakarta: Melawan Vholran di Ganath Haros mungkin bukan merupakan pertempuran paling sulit yang pernah saya jalani di Tales of Arise, tetapi merupakan salah satu yang paling berkesan.
Komposisi party yang saya gunakan terdiri dari Alphen sebagai vanguard yang tugasnya adalah menyerang serta menahan musuh dari jarak dekat, Dohalim dan Shionne sebagai support (khususnya healer), sementara saya menggunakan Rinwell yang imut-imut sebagai main DPS atau penyerang utama dari garis belakang. Komposisi tersebut adalah yang paling pas bagi saya dengan Law dan Kisara sebagai backup serta support tambahan.
Meski demikian, Vholran tidak mudah tumbang. Sebagai karakter antagonis utama, ia mampu bergerak cepat dan menyerang barisan belakang party saya dengan seketika. Belum lagi statusnya sebagai Lord of Ganath Haros yang memegang Master Core berelemen air membuat Vholran dapat mengeluarkan skill dengan damage yang sangat besar serta lebih kebal terhadap serangan berelemen air.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Masalahnya, Rinwell merupakan magician yang memiliki afiliasi yang kuat dengan elemen angin dan air. Damage Rinwell ke Vholran pun menjadi tidak bisa maksimal.
Di sinilah Alphen dan Shionne memiliki peran penting karena mereka berdua memiliki afiliasi yang kuat terhadap elemen api berkat Master Core berelemen api yang ada di dalam tubuh Shionne. Strategi pun sedikit berubah.
Rinwell yang biasanya menyerang menggunakan serangan tingkat tinggi (advanced artes) yang memiliki damage besar namun memiliki cast time cukup lama, kini hanya menggunakan basic artes yang memiliki cast time jauh lebih cepat.
Tujuannya adalah agar Shionne dan Alphen memiliki kesempatan lebih luas untuk menyerang menggunakan advanced artes berelemen api yang merupakan kelemahan dari Vholran.
Di atas kertas, strategi tersebut cukup masuk akal dan saya cukup yakin pertempuran akan berjalan mulus. Hal tersebut mungkin bisa terjadi jika Tales of Arise merupakan JRPG yang mengadopsi sistem pertempuran turn-based seperti Legend of Heroes: Trails of Cold Steel, Disgaea, atau bahkan Hyperdimension Neptunia Re:Birth dan Fairy Fencer F.
Tetapi ini adalah Tales of Arise yang membawa nama besar salah satu seri JRPG paling legendaris dan masih sangat populer saat ini dengan fitur utamanya adalah sistem pertempuran real-time yang penuh aksi.
Meski pada akhirnya menang, saya harus menguras suplai healing item yang saya sediakan untuk melawan Vholran. Namun saya sangat puas dengan apa yang ditawarkan oleh Tales of Arise.
Banyak sekali hal yang perlu diapresiasi dari JRPG ini mulai dari arah pengembangan beserta prosesnya, hingga bagaimana Bandai Namco memilih untuk tidak membawa flagship tittle dari seri game Tales of ke tren gaming "kekinian" seperti menghadirkan aspek free-to-play open-world yang hanya fokus ke tampilan karakter serta hadir tanpa mekanisme gameplay yang layak untuk sebuah game AAA. Ya, saya sedang menyindir Anda, miHoYo.
Pengembangan Tepat Sasaran
Saat Bandai Namco mengumumkan Tales of Arise pertama kali di tahun 2019, saya sempat ragu. Pasalnya judul terbaru dari seri JRPG favorit saya tersebut akan dibagun menggunakan engine game baru, dengan teknologi grafis terbaru, tampilan baru, dan mekanisme gameplay baru. Bagaimana saya bisa sangat khawatir dengan perubahan tersebut?
Berkaca dari beberapa JRPG yang berusaha berubah dengan mengadopsi teknologi grafis terbaru, perubahan tersebut justru mengorbankan kualitas cerita dan mekanisme gameplay yang sangat lekat dengan seri game terkait.
Lihat saja Final Fantasy XV yang berubah total ke arah open-world dengan sistem pertempuran yang telah berubah total sehingga banyak yang menganggapnya bukan sebagai bagian dari game Final Fantasy.
Hal tersebutlah juga yang membuat Square Enix memperkenalkan Classic Mode di Final Fantasy VII Remake dimana pemain bisa bertarung dengan sistem turn-based seperti halnya di versi klasik Final Fantasy VII yang dirilis di PlayStation pertama.
Sebagai gamer yang telah memainkan sebagian besar game Tales of, pengumuman Tales of Arise pun membuat saya senang dan khawatir bukan main. Saya tidak ingin Tales of Arise bernasib sama seperti Final Fantasy XV.
Untungnya Bandai Namco, khususnya para staf di Tales Studio mengerti apa yang saya dan (mungkin) dikhawatirkan oleh para fans sehingga Tales of Arise pun tampil dengan mekanisme gameplay modern yang merupakan pengembangan dari mekanisme gameplay klasik seri game Tales of.
Di era serba "open-world", esports, dan "free-to-play", Tales of Arise tetap tampil sebagai game single-player berbayar yang mengedepankan kualitas dari berbagai aspek seperti mekanisme gameplay, grafis, dan cerita.
Saat developer lain berlomba-lomba membuat game seperti apa yang menjadi tren di pasar saat ini, Tales of Arise justru tampil berbeda dengan gaya ala seri Tales of klasik yang telah dimordenisasi dengan sangat baik.
Meski demikian, bukan berarti tidak ada perubahan di Tales of Arise. Mekanisme gameplay khususnya di bagian pertempuran telah berubah cukup drastis namun ke arah yang benar. Pertempuran kini berlangsung sangat kencang, dinamis, dan penuh aksi.
Tales Studio yang mengepalai proyek pengembangan Tales of Arise juga tampak tidak buru-buru dalam mengembangkan game ini, terlihat dari tidak adanya pengumuman penundaan peluncuran bertubi-tubi seperti halnya Cyberpunk 2077.
Selain itu, pengembangan Tales of Arise tampaknya sudah dimulai cukup lama bahkan mungkin dimulai pada tahun 2016 setelah Tales of Berseria dirilis. Sementara untuk mengisi kekosongan game Tales of, Bandai Namco sempat merilis Tales of Vesperia: Definitive Edition pada tahun 2019 yang merupakan versi remastered dari Tales of Vesperia yang dirilis tahun 2008 silam.
Dengan waktu pengembangan yang cukup, yaitu kurang lebih 5 tahun. Wajar jika Tales of Arise berhasil tampil dengan sangat baik. Selama bermain game ini (kurang lebih 60 jam), saya tidak menemukan bug dan game berjalan dengan sangat baik. Gaya pengembangan yang tepat sasaran seperti inilah yang patutnya ditiru oleh pengembang game lain, khususnya pengembang game AAA.
Seru dan Penuh Aksi
Salah satu kekurangan genre JRPG adalah seringkali mengedepankan cerita ketimbang kualitas grafis atau bahkan mekanisme gameplay khususnya saat adegan pertarungan melawan musuh. Beberapa judul JRPG terkenal seperti Legend of Heroes: Trails of Cold Sky atau bahkan Hyperdimension Neptunia Re:Birth mengusung sistem turn-based sehingga terlihat membosankan saat bertarung apalagi dilihat dari sisi penonton bukan player yang memainkan game-nya.
Bahkan Atelier Ryza yang mencampurkan sistem hit and action dengan turn-based pun masih terasa cukup membosankan sehingga saya sebagai player kadang jenuh dan enggan melawan musuh.
Berbeda dengan JRPG tersebut, Tales of Arise justru membuat saya menantikan adegan pertarungan, khususnya pertarungan melawan karakter boss yang bisa berlangsung cukup lama tapi sangat seru dan penuh aksi. Mulai dari detail mekanisme pertarungan hingga animasi dari setiap artes (skill karakter), Tales of Arise berhasil memberikan yang terbaik.
Kita mulai dari beberapa hal yang menjadi pembeda dari Tales of Arise dibandingkan dengan seri pendahulunya. Meski untuk masuk ke mode pertempuran masih menggunakan mekanisme lama, yaitu mendekati musuh yang ada di map secara langsung, namun setelah masuk ke sistem pertempuran hampir semuanya berubah.
Artes kini tidak lagi bergantung pada CP, melainkan AG yang direpresentasikan pada ikon persegi yang berjejer di dekat status karakter yang sedang dimainkan. AG tidak bisa diisi ulang menggunakan item apapun, tetapi dapat terisi ulang secara otomatis dan waktu pengisian ulangnya sangat cepat.
Inilah salah satu alasan mengapa saya suka menggunakan Rinwell karena saya bisa lebih bebas mengeluarkan advanced artes seperti Meteor Swarm yang menghujani seluruh area dengan meteor, Shooting Star yang memunculkan black hole untuk menyerang musuh, hingga memporak-porandakan musuh menggunakan empat angin tornado dari Cyclone.
CP masih digunakan di Tales of Arise, tetapi sebagai poin untuk menggunakan support artes seperti First Aid, Ressurection, Concentrate, dan Healing Circle. Seperti di game Tales of lainnya, CP bisa dipulihkan menggunakan Orange Gel, Pinapple Gel, dan sejenisnya.
Namun karena CP hanya diperlukan untuk menggunakan support artes, harga item untuk memulihkan CP menjadi sangat mahal dibandingkan dengan game Tales of lainnya. Hal tersebut dilakukan tentu saja untuk membuat game lebih seimbang.
Hal lain yang berbeda adalah bagaimana artes dieksekusi. Tales of Arise memudahkan player untuk mengeksekusi artes secara beruntun dalam bentuk combo. Bahkan, di dalam game ini ada dua tipe serangan yaitu ground attack dan aerial attack. Tiap artes pun memiliki tipe serangan yang berbeda dan ada artes khusus yang bisa memaksa musuh untuk terhempas ke udara sehingga saya dapat melakukan chain combo menggunakan aerial attack.
Meski sistem pertempurannya berhasil membuat saya betah dan rajin melawan berbagai musuh yang muncul di peta, namun sistem tersebut juga kadang terlalu penuh aksi sehingga agak sulit untuk menikmati jalannya pertempuran. Di Tales of Arise, pertempuran terjadi sangat intens hingga saya kesulitan untuk melakukan tracking apa saja yang dilakukan oleh karakter lain selain Rinwell yang saya kendalikan.
Peran karakter pun kurang begitu terasa di sini karena semua karakter sangan andal untuk menyerang. Sementara untu peran support, Shionne dan Dohalim adalah dua karakter yang memiliki skill healing sehingga keduanya wajib berada di dalam formasi pertempuran. Karena saya menggunakan Rinwell, satu slot dalam formasi utama biasanya diserahkan ke Alphen.
Lalu bagaimana nasib Law dan Kisara? Tentu saja menjadi karakter cadangan. Meski demikian, mereka bisa "dipanggil" sesaat menggunakan instant action. Khususnya Kisara, instant action-nya sangat berguna untuk memblokir charge attack musuh dan memberikan Rinwell sedikit waktu untuk menghindar.
Serasa Menikmati Lukisan Bergerak
Tales of Arise merupakan seri pertama yang menggunakan Unreal Engine 4 dan mengadopsi teknologi grafis terbaru. Umumnya, JRPG dan game bernuansa anime seperti Genshin Impact menggunakan teknik render cell shading sehingga memberikan nuansa grafis mirip seperti komik atau manga. Di sisi lain, Tales of Arise memanfaatkan teknik rendering baru yang membuat tampilan grafisnya lebih terlihat sebagai lukisan.
Tidak hanya itu, Bandai Namco Tales Studio juga terlihat sangat ambisius dalam menghadirkan dunia Tales of Arise. Bagunan dan objek lainnya memiliki rasio 1:1 dengan karakter, sehingga berhasil menampilkan nuansa yang indah dan megah. Salah satu lokasi yang paling saya kagumi di Tales of Arise adalah di Ganath Haros, sebuah kota raksasa dengan kastil yang megah dan besar. Saat karakter berdiri di depan Ganath Haros, saya seperti melihat sebuah lukisan kota dengan kastil yang megah.
Sejujurnya saya sempat ragu dengan adopsi game engine baru dan pembaruan sistem garfis saat Tales of Arise diumumkan. Sebagai penggemar berat seri Tales of, saya takut perubahan tersebut berimbas pada mekanisme gameplay dan membuat Bandai Namco Tales Studio terlalu fokus ke grafis dan kurang mempertimbangkan faktor lainnya yang membuat sebuah game layak menyandang nama Tales of. Untungnya, Tales of Arise berhasil menjadi game yang melampaui ekspektasi saya.
Kemegahan dunia Tales of Arise juga didukung tidak lain oleh musiknya. Sang maestro musik JRPG, Motoi Sakuraba kembali menjadi produser musik di Tales of Arise. Tidak heran jika Tales of Arise juga berhasil menampilkan nuansa klasik seri game Tales of melalui musiknya.
Menariknya lagi, kali ini Motoi Sakuraba menghadirkan musik dengan gabungan instrumen modern serta orkestra, membuat sesi bermain semakin seru. Musik yang tidak bisa saya lupakan adalah saat berjalan menuju Ganath Haros yang melewati gunung serta lembah dengan air terjun tinggi.
Setelah melewati air terjun tersebut, tampak rawa-rawa dan danau kecil dengan pemandangan Ganath Haros terlihat dari jauh. Silahkan dengarkan musik latar Ganath Haros di bawah ini. Saya yakin Anda bisa membayangkan seperti apa kemegahan Ganath Haros.
Tanpa musik yang tepat, kemegahan Ganath Haros dan lokasi Tales Tales of Arise lainnya tidak akan tergambarkan dengan sempurna. Sesuai ekspektasi saya, musik yang diproduksi oleh Motoi Sakuraba berhasil membuat Tales of Arise menjadi sangat spesial.
Tidak hanya mampu menggambarkan situasi dan lokasi dengan sempurna, musik di Tales of Arise juga memperlihatkan evolusi seri game Tales of yang kini semakin modern dengan segala perubahannya.
Saya sangat ingat dengan musik Tales of Eternia (PlayStation, 2001) yang masih memanfaatkan instrumen elektronik yang terbilang sederhana. Lalu Tales of The Abyss (2006) hadir dengan jumlah instrumen yang lebih variatif menandakan era gaming baru lewat platform PlayStation 2 yang memungkinkan sebuah game disimpan dalam keping DVD yang berkapasitas lebih besar.
Sementara Tales of Arise kini hadir di PC dan konsol generasi baru menawarkan evolusi grafis dan gemeplay. Tentunya musiknya pun harus menyesuaikan dengan konten megah yang disajikannya.
Ada yang Tidak Sempurna
Dengan segala kemegahan, evolusi, dan inovasi yang ditawarkan oleh Tales of Arise, game ini tetap tidak sempurna. Setelah bermain lebih dari 60 jam, ada beberapa hal yang kurang saya sukai khususnya di bagian story atau jalan cerita.
Tales of Arise memang bukan game yang buruk dalam hal menyajikan jalan cerita. Namun dibandingkan dengan seri "masterpiece" Tales of lainnya seperti Tales of The Abyss, Tales of Eternia, Tales of Xillia, Tales of Vesperia dan Tales of Symphonia, cerita game ini tergolong terlalu straightforward.
Sebagai karakter utama, Alphen dan Shionne tidak memiliki banyak konflik. Keduanya bahkan sejak awal telah memiliki resolusi yang jelas. Sementara Law, Rinwell, Dohalim, dan Kisara tampil layaknya hanya sebagai karakter sampingan yang memang tidak punya hubungan apapun dengan Alphen dan Shionne.
Hubungan antar karakter baru sedikit terkuak jika Anda mengikuti semua skit (mini-cutscene) yang jumlahnya sangat banyak. Hla tersebut membuat saya curiga bahwa Bandai Namco Tales Studio sebenarnya memiliki cerita yang sangat dalam dan kompleks untuk Tales of Arise, namun mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk menyajikannya ke dalam sebuah game secara utuh.
Padahal saya akan sangat senang jika penyajian cerita Tales of Arise hadir lebih kompleks dan mendalam namun dibagi dalam dua game, yang mana chapter keduanya dirilis dua atau tiga tahun mendatang.
Pada akhirnya, Alphen, Shionne, Law, Rinwell, Kisara, dan Dohalim hanyalah sebatas teman berpetualang yang kebetulan memiliki tujuan yang sama yaitu menyelamatkan dunia. Hal tersebut berbeda dengan salah satu seri Tales of yang memiliki cerita terbaik menurut saya, yaitu Tales of The Abyss, yang bahkan deretan musuhnya pun memiliki hubungan emosional yang sangat kuat dengan karakter utama.
Pada Akhirnya...
Tales of Arise tetap merupakan JRPG yang sangat bagus dan patut untuk dimainkan. Meski ceritanya tergolong datar, namun penyajiannya cukup baik dengan beberapa "kejutan" di tengah alurnya.
Gameplay, grafis, dan musik merupakan faktor yang membuat game ini sangat saya apresiasi dan hingga saat ini masih menjadi JRPG yang paling saya rekomendasikan untuk dimainkan di tahun 2021.
Percayalah, ini adalah JRPG yang sesungguhnya yang diciptakan untuk platform modern dan sangat layak untuk dibeli serta dimainkan hingga tamat. Bukan game mobile open-world yang kebetulan juga ada di PC.
JUDUL: | Tales of Arise |
PLATFORM: | PS4, PS5, Xbox One, Xbox Series X dan S, PC |
DEVELOPER: | Bandai Namco Studios |
PUBLISHER: | Bandai Namco |
TANGGAL RILIS: | 9 September 2021 |
GENRE: | Action-Adventure RPG |
Plus
- Gameplay seru
- Kualitas grafis indah
- Soundtrack terbaik 2021
Minus
- Alur cerita singkat
- Kurang kompleks
Where to Find Orange Gel in Tales of Vesperia
Source: https://www.medcom.id/teknologi/game/nbwXEajk-tales-of-arise-sang-kandidat-jrpg-terbaik-tahun-ini
0 Response to "Where to Find Orange Gel in Tales of Vesperia"
Post a Comment